Sejenak, perlu bagi kita untuk menengok kembali ke zaman dahulu... saat-saat kepunahan binatang purba. Hal itu terjadi saat peristiwa mencairnya es di kedua kutub bumi. Perlu diketahui
bahwa air yang ada dibumi,
97.5% nya berupa air samudera dan laut yang tentunya memiliki kadar garam yang
tinggi sehingga belum bisa dimanfaatkan untuk banyak hal. Hanya sekitar 2.5%
yang berupa air tawar di bumi ini, itupun sekitar 87% dari 2.5% air tawar
tersebut tersimpan di kutub, sisanya baru yang dapat kita manfaatkan untuk
kebutuhan sehari-hari kita. Bisa kita bayangkan hidup kita sehari saja tanpa
air bersih?
Apa kaitannya dengan kita sekarang?
Semakin berkurangnya jumlah air bersih, kerusakan
lingkungan, berkurangnya kekuatan lapisan ozon, dan banyaknya bencana alam yang
terjadi di sekitar kita terjadi karena kurangnya kesadaran kita sebagai
manusia, yang lebih memiliki fungsi utama dalam menjaga kelestarian alam.
Banyaknya kerusakan alam yang ditimbulkan berkat ulah tangan-tangan jahil
manusia mengakibatkan semakin terpuruknya keadaan bumi
ini, juga turut andil terhadap terjadinya fenomena yang biasa kita sebut Global Warming (pemanasan global).
Fenomena ini akan menyebabkan es dikutub semakin mencair apabila berlangsung
secara berkelanjutan dalam kurun waktu yang lama, bisa kita semua bayangkan apa
yang akan terjadi selanjutnya, keseimbangan bumi berakhir dan kelangsungan hidup
manusia perlu dipertanyakan nantinya.
Bagaimana tidak? Manusia membuang sampah sembarangan di jalan maupun sungai sehingga
membuat sungai menjadi mampat... akhirnya pada saat hujan terjadi banjir, menebangi hutan secara liar sehingga mengalami penggundulan, memburu dan membunuh satwa liar yang
merupakan salah satu dari
sekian banyak rantai ekosistem yang sangat berperan dalam pelestarian
lingkungan, serta masih banyak
tindakan merusak yang lain.
Bisakah kita mengelak bahwa
sebenarnya kitapun telah ikut andil dalam rangka membinasakan bumi ini?
Mengerucut kedalam lingkup Unnes
sebagai Kampus Konservasi, bagi yang masih menjabat sebagai mahasiswa aktif di Unnes,
apa yang sudah kita lakukan sebagai bagian dari masyarakat kampus terhadap
lingkungan disekitar kita? Sudah sesuaikah sebutan Kampus Konservasi dengan
sikap masyarakat kampusnya? Tentunya itu adalah konsekuensi yang harus diambil
oleh setiap individu yang tergolong masyarakat kampus Unnes. Sampai saat ini
kebijakan-kebijakan dari birokrasi Unnes yang dapat kita lihat jelas tentunya pada
sisi pembangunan infrastruktur, pembangunan taman-taman kampus, serta larangan
merokok disekitar kampus. Realita yang disuguhkan pada sisi yang bertentangan,
banyak baleho terpampang memaparkan iklan-iklan rokok diberbagai sudut pinggir
jalan sekitar kampus, banyak sampah berserakan, juga banyak pohon ditebang
untuk pembangunan. Apa peran serta kita untuk mewujudkan Kampus Konservasi yang
seutuhnya? Mengangguk dengan semua kebijakan yang diberlakukan, pura-pura tidak
tahu dengan sikap sebagian masyarakat kampus yang tidak mengindahkan
konservasi, tidak mau tahu, atau malah menjadi pelaku menggagalkan konservasi?
Kampus konservasi tidak akan pernah dapat terwujud hanya dengan kesadaran
tindakan satu dua orang, melainkan kesadaran dari semua pihak, termasuk kita
didalamnya.
Bumi bukanlah sekedar milik
segelintir orang yang peduli lingkungan, melainkan milik setiap kita yang
menempati bumi ini. Sadar maupun tidak, mau tidak mau, kita sebagai manusia
yang masih punya akal dan naluri seharusnya menyadari hal ini. Jangan sampai
kita menyesal, ketika tumbuhanpun sudah tak dapat hidup lagi, sebagaimana yang
diilustrasikan dalam film ”Wall E”
mengenai gambaran kondisi bumi dimasa mendatang saking rusaknya bumi yang telah dipenuhi oleh
sampah.
Jadi, mari kita selamatkan bumi ini, mulai dari diri
sendiri, dan mulai saat ini juga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar