Rabu, 28 Agustus 2013

Romantisme Bus Ekonomi

Bertolak dari Banjarnegara menuju Semarang, bus ekonomi menemani perjalanan ku kali ini setelah sekitar 2 tahun absen menaiki bus. Yup, 2 tahun ini setia menggandeng motor tercinta tiap kali mudik.
Sembari menunggu bus, aku duduk tenang dengan mata menyapu seluruh areal terminal, tiba-tiba terlihat seorang gadis berjalan memutari areal terminal dengan tatapan kosong. Berseragam abu-abu SMA dengan tas slempang warna hitam, gadis berkerudung itu berjalan-jalan tak jelas arahnya, dengan mulut berkomat-kamit sendiri seakan bercakap dengan makhluk tak kasat mata di depannya. Miris melihatnya, sepertinya ia belum lama mengalami gangguan mental, terlihat dari bajunya yang masih sangat rapi, apa gerangan yang membuatnya sampai seperti itu.. [tanyaku, dalam hati saja].
Tak berapa lama, bus yang ditunggu datang juga, tak begitu ramai ternyata, banyak kursi yang masih lengang tak diduduki penumpang..mungkin karena ini sudah memasuki hari senin, bukan weekend lagi.
Jendela bagian atas bus terbuka, inilah salah satu perbedaan antara bus ekonomi dengan bus patas berAC, udara dari luar berseliweran keluar masuk lewat jendela-jendela itu, membuat bus tak teramat sumpek.
1 jam lebih berlalu, pengamen dan pedagang asongan mulai memasuki bus.. lagu dangdut dari seorang biduan jalanan pun berdendang, diselingi oleh sahutan dari pedagang asongan yang berkali-kali berucap 'tahu-tahu, arem-arem, mizon-mizon'.
Pemandangan di kanan dan kiri jalan raya mulai beralih dari pertokoan menjadi serba hijau, perkebunan teh, gunung Sindoro yang menyapa di sebelah kiri, gunung Sumbing yang menyapa dari sebelah kanan, serta lembah yang sangat terlihat apik diselingi rumah-rumah pedesaan berhawa dingin dengan halaman yang penuh sayuran.
Pengamen sudah berganti, sekarang berdiri seorang bapak yang asyik menyanyikan lagu-lagu pop dengan lirik-lirik 'cinta', diiringi petikan gitar yang cukup apik. Membuat ku tak segan untuk merogoh receh lebih dari biasanya.
Sekitar 4.5 jam aku menikmati suasana di bus ekonomi itu, kangen juga ternyata lama tak menikmati nuansa seperti ini, akhirnya sampai juga di pojok Ungaran.
Ah...sungguh unik, suasana yang tak kan didapat jikalau menggunakan bus patas, apalagi travel.

Sepucuk Surat Terakhir [menjemput syahidah_Mesir]

Putriku tercinta dan guru yang tak ternilai, Asma al-Beltaji. Saya tidak mengucapkan selamat tinggal kepadamu, saya katakan besok kita akan bertemu lagi.

Engkau telah hidup dengan kepala terangkat ke atas, melakukan pemberontakan melawan tirani dan belenggu dan mencintai kebebasan. Dengan diam, engkau telah hidup sebagai seorang pencari cakrawala baru untuk membangun kembali bangsa ini sehingga mereka mempunyai tempat yang layak di antara peradaban.

Engkau tidak pernah menyibukkan diri dengan apa yang orang-orang seusiamu sibuk melakukannya. Meskipun pendidikan tradisional gagal memenuhi aspirasi dan ketertarikanmu, engkau selalu menjadi yang terbaik di dalam kelas.

Saya tidak memiliki cukup waktu yang berharga dalam hidup yang singkat ini, terutama waktu-waktu yang dihabiskan bersamamu. Terakhir kali kita duduk bersama di kamp Rabaa al-Adawiyah, engkau mengatakan kepadaku: “Bahkan ketika ayah bersama kami, ayah sibuk”. Saya lalu katakan: “Tampaknya kehidupan ini tidak cukup untuk kita nikmati bersama. Jadi, saya meminta kepada Allah agar kita bisa menikmatinya di surga”.

Dua malam sebelum engkau dibunuh, saya melihatmu dalam mimpi mengenakan gaun pengantin putih dan engkau terlihat begitu anggun. Ketika engkau duduk di sampingku, aku bertanya: “Apakah ini malam pernikahanmu?” Engkau menjawab: “Tidak bukan malam ini, tapi sore.”

Ketika mereka bilang engkau dibunuh pada Rabu sore, aku mengerti apa yang engkau maksud dan aku tahu Allah telah menerima jiwamu sebagai syuhada. Engkau telah memperkuat keyakinanku bahwa kita berada di atas kebenaran dan musuh kita dalam kepalsuan.

Yang membuatku sakit adalah aku tidak bersamamu di saat terakhirmu dan aku tidak bisa melihat dan mencium dahimu untuk terakhir kalinya dan mendapat kehormatan melakukan sholat jenazah untukmu. Bukan, bukan karena aku takut untuk hidup di penjara atau terbunuh, tetapi engkau harus tahu bahwa aku tidak di sana untuk menyelesaikan revolusi ini, untuk menang dan mencapai tujuannya.

Jiwamu telah diangkat dengan kepala terangkat tinggi melawan tiran. Peluru telah memukul dadamu. Ada tekad dan jiwa yang besar dalam dirimu. Aku percaya bahwa engkau setia pada janji Allah dan Dia pun setia kepada janji-Nya untukmu. Itulah mengapa bukan kami yang diberikan syahid ini, melainkan engkau.

Putriku dan guruku tercinta…
Saya tidak akan mengucapkan selamat tinggal kepadamu. Kita akan segera bertemu dengan Nabi kita tercinta dan para sahabatnya di tepi kolam Surga Kautsar dan itu adalah pertemuan dimana kita bisa memiliki satu sama lain.



#isi surat dari Beltaji untuk purti tercintanya, Asmaa Mohamed El Beltaji, yang menjemput syahidah dalam tragedi berdarah di Rabea Al Adawiyah, Mesir.


Selasa, 27 Agustus 2013

Benang Kusut

Seumpama benang kusut
Seperti itu lintasan pikiran berseliweran dalam kepalanya sekarang
Bertanya-tanya tentang hikmah kumpulan peristiwa yang telah lalu
Mengapa masa lalu dapat menyakitinya
Padahal sudah tertinggal di belakang
Gadis itu tercekat
Tak dapat berkata-kata
Hanya mata yang berkaca-kaca
Serta rasa sakit di dada dan tenggorokannya akibat menahan tangis
Masih tetap sama yang ia rasakan, tiap kali apa yang terhampar di depan matanya mengingatkannya lagi pada potongan-potongan kejadian di waktu silam
Semoga waktu dapat menenggelamkan rasa sakit itu, seperti ombak menghapus ukiran di pasir pantai

Prasangka Baik [Positif Thinking]

Kau tahu apa yang menyebabkan prasangka baik seseorang melemah?
Yakni saat ia berprasangka baik pada mu, lantas kau menyalahinya dengan bertindak sebaliknya.
Jangan dulu menyalahkan ketika orang sering berprasangka buruk tentang mu.
Tanyakan pada dirimu, seberapa sering kau memudarkan prasangka baiknya.
Semakin sering ia disuguhi fakta-fakta yang berkebalikan dengan prasangka baiknya,
maka semakin mendekat pikirannya bergeser kearah prasangka buruk.